Minggu, 08 Desember 2013

PENGARUH SINDROM KABUKI TERHADAP HIPODONSIA



Abstrak
Growth and development of teeth is not always normal, frequently found some anomalies such as hypodontia. Hypodontia occurs at the initiation stage in the growth of teeth, where the lack of activity of mesenchymal tissue. The cause of hypodontia are environmental factors and genetic factors, but hypodontia often found in some syndromes. Kabuki syndrome (KS) is also known as Kabuki make-up syndrome, as well as Niikawa–Kuroki syndrome a mental retardation syndrome with several other manifestations. One of the oral manifestations sydrome kabuki is hypodontia  that occurs in a third of cases of Kabuki syndrome. In this paper will discuss the influence of the hypodontia kabuki syndrome. This is a challenge for dentists to deal with hypodontia in patients with Kabuki syndrome.

Key word : Hipodonsia, Anomali Gigi, Sindrom kabuki.

Pendahuluah
Gigi berasal dari dua jaringan embrional, yaitu ektoderm, yang membentuk enamel ,dan mesoderm yang membentuk dentin, sementum, pulpa, dan juga jaringan-jaringan penunjang. Perkembangan gigi geligi pada masa embrional dimulai pada minggu ke-6 intrauterin ditandai dengan proliferasi epitel oral yang berasal dari jaringan ektodermal membentuk lembaran epitel yang disebut dengan  primary epithelial band. Primaryepithelial band  yang sudah terbentuk ini selanjutnya mengalami invaginasi ke dasar  jaringan mesenkimal membentuk 2 pita pada masing-masing rahang yaitu pita vestibulum yang berkembang menjadi segmen bukal yang merupakan bakal pipi dan bibir serta pita lamina dentis yang akan berperan dalam pembentukan benih gigi.Pertumbuhan dan perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu perkembangan, kalsifikasi, dan erupsi. Tahap perkembangan gigi dibagi lagi menjadi inisiasi, proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, dan aposisi. Penderita hipodontia mengalami halangan pada proses pembentukan benih gigi dari epitel mulut, yakni pada tahap inisiasi1.
Factor-faktor yang menyebabkan hipodonsia dibagi menjadi 2, yaitu factor lingkungan seperti infeksi virus, trauma, pengaruh obat-obatan dan radiasi dan faktor genetic misalnya mutasi gen. Hipodonsia juga dapat terlihat pada beberapa sindrom, seperti sindrom down, pierre robin,ectodermal dysplasia dan sindrom kabuki.
Sindrom make-up Kabuki (sindrom kabuki) merupakan suatu kelainan bawaan yang pertama kali ditemukan pada tahun 1981 oleh Niikawa dkk dan Kuroki dkk, dalam dua studi independen yang melibatkan anak-anak yang tidak memiliki hubungan pada dua rumah sakit di daerah Kanto dan Hokkaido Jepang. Akan tetapi, karakteristik sindrom ini sekarang telah ditemukan pada pasien-pasien non-Jepang dengan jumlah yang semakin meningkat. Etiologi sindrom kabuki masih belum pasti dan kelainan ini biasanya bermanifestasi sebagai kasus-kasus sporadis dalam satu keluarga. Frekuensi sindrom kabuki yang diperkirakan adalah sekitar 1 diantara 32.000 di Jepang dan kemungkinan lebih rendah diantara ras kulit putih. Sampai sekarang, lebih dari 350 kasus telah ditemukan di seluruh dunia, yang menandakan bahwa, walaupun sindrom kabuki lebih prevalen pada orang-orang Asia, penyakit ini juga mengenai kelompok etnis lainnya9.
Diagnosis klinis dari sindrom kabuki didasarkan pada 5 karakteristik yaitu fitur wajah khas (100% dari kasus), anomali dermatoglyphic (93%), kelainan tulang (92%), keterbelakangan mental ringan sampai moderat (92%) dan kegagalan pertumbuhan postnatal dengan perawakan pendek (83%)9. 68 % dari penderita sindrom kabuki menunjukkan manifestasi oral diantaranya hipodontia, mikrognatia, sumbing bibir dan palatal, erupsi gigi yang tertunda, gigi fusi dan geminasi. Manifestasi oral yang paling banyak ditemukan adalah hipodontia. Dalam makalah ini akan disajikan pengaruh sindrom kabuki terhadap hipodonsia.





A.    Hipodonsia

1.      Pengertian
Hipodonsia adalah kegagalan perkembangan dari satu atau beberapa benih gigi (kurang dari 6 gigi) yang relative umum terjadi. Jika enam atau lebih gigi yang gagal berkembang disebut dengan oligontia, sedangkan anodontia digunakan untuk menunjukkan kegaglan perkembangan seluruh gigi. 2
Hipodonsia dapat disebabkan oleh factor lingkungan, genetic atau terkait dengan suatu sindrom. Studi tentang molekuler tumbuh kembang gigi terkait hipodonsia telah dilakukan, tapi belum ditemukan mekanisme yang menyebabkan terjadinya hipodonsia.3 Gagalnya perkembangan gigi yang sering terjadi adalah pada gigi premolar dengan frekuensi 50%, kemudian insisivus lateral rahang atas dengan frekuensi 25%, diikuti dengan gigi premolar dua dengan frekuensi 20 % dan gigi insisivus sentralis mandibula dengan frekuensi 6,5%2.

2.      Gambaran Klinis Hipodonsia
Sebuah anomali congenital yang terjadi pada proses pembentukan gigi geligi yang mengakibatkan pengurangan jumlah gigi disebut dengan hipodonsia. Penelitian terbaru menunjukkan terjadi peningkatan penderita hipodonsia. 80-85% dari kasus hipodonsia, agenesis terjadi hanya satu atau dua gigi, yang menunjukkan bahwa kebanyakan orang hanya menderita hipodonsia ringan2,10.
Hipodonsia telah diidentifikasi sebagai penyakit non-syndromic dimana merupakan penyakit bawaan dan sindromik yang merupakan manifestasi dari penyakit tertentu. Anomaly lain yang terkaid dengan hipodonsia seperti mikrodonsia, makrodonsia, dan anomaly dalam bentukgigi, yang umumnya gigi meruncing . Bentuk non-syndromik hipodonsia dapat sporadic atau turunan, dan sering dilaporkan sebagai warisan dengan cara  autosomal dominan dimana akan menampilkan fenotopik heterogenitas yang diukur dengan sifat kehilangan gigi dan perubahan lainnya dalam gigi10.

3.      Etiologi

Factor-faktor yang menyebabkan terjadinya hipodonsia adalah sebagai berikut :
a.       Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya hipodonsia adalah ;
·         Infeksi misalnya rubella
·         Trauma
·         Obat-obtan misalnya thalidomide
·         Kemoterapi atau radioterapi pada usia tumbuh kembang gigi
·         Dan juga dapat disebabkan oleh gangguan dalam jaringan saraf, mukosa mulut, dan jaringan pendukung yang berpengaruh dalam proses odontogenesis4.

b.      Faktor genetik
Dari suatu penelitian ditemukan bahwa hipodonsia adalah cacat gen tunggal, yang sering ditransmisikan sebagai sifat dominan autosomal dengan penetrasi yang tidak sempurna. Mutasi gen MSX1 dan PAX9 menyebabkan hilangnya gigi permanen.4
Hipodonsia juga sering terlihat pada beberapa sindrom, terutama yang melibatkan anomaly ektodermal, dan kondisi non-sindrom seperti bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit sumbing. Manifestasi hipodonsia terlihat di beberapa sindrom bersamaan dengan kelainan organ lain. Beberapa yang paling dikenal adalah sindrom terisolasi bibir sumbing / langit-langit, Pierre Robin urutan, Van der Woude sindrom, MSX1 mutasi, hypohidrotic ectodermal dysplasia (EDA atau HED), Ectrodactyly-ectodermal dysplasia-Terbelah sindrom (MEE), langit-langit bibir Sumbing ectodermal dysplasia syndrome (CLPED1), incontinentia pigmenti (IP, Bloch-Sulzberger syndrome), Hypohidrotic ectodermal dysplasia dan defisiensi imun (HED-ID), Oral wajah sindrom jenis digital I (OFD1), Witkop gigi-kuku sindrom, sindrom Fried, buku syndrome (PHC), rambut-kuku-kulit-gigi dysplasias, Rieger sindrom, Holoprosen cephaly, sindrom Down (trisomi 21), Wolf-Hirschhorn sindrom (penghapusan 4p), Kabuki sindrom, displasia Diastrophic (DTD), Hemifacial microsomia dan Resesif insisivus hipodonsia (Rih).5 Hipodonsia dapat timbul pada seseorang tanpa riwayat kelainan pada generasi sebelumnya, tapi bisa juga kelainan yang diturunkan.

B.     Sindrom Kabuki

1.      Pengertian

Kabuki syndrome (kabuki make-up syndrome atau Niikawa-Kuroki syndrome) adalah kelainan kongenital atau sindrom retardasi mental yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1981 oleh Nikawa et al dan Kuroki et al dalam dua penelitian anak pada dua pusat di Jepang yaitu di Kanto dan Hokkaido. Kabuki syndrome merupakan kelainan genetik yang jarang ditemukan6.

Kelainan ini dinamakan Kabuki Syndrome karena pada sindrom ini mempunyai ciri wajah yang khas yaitu seperti make-up para aktor teater tradisional kabuki di Jepang yaitu garis kelopak mata yang panjang, alis mata melengkung tinggi dan bagian setengah lateral jarang, dan kelopak mata tertarik keluar, tetapi istilah “make up” dihilangkan karena menyebabkan kebingungan pada orang tua dan menyinggung perasaan mereka6.

2.      Etiologi

Penyebab dari Kabuki Syndrome adalah mutasi pada gen MLL2. Gen ini berfungsi untuk memberikan instruksi untuk membuat protein, ditemukan di banyak organ dan jaringan tubuh7.
Fungsi protein MLL2 sebagai methyltransferase histon. Methyltransferases histone merupakan enzim yang memodifikasi protein yang disebut histon. Histon adalah protein struktural yang melekat (mengikat) DNA dan memberikan bentuk kromosom . Dengan menambahkan molekul yang disebut kelompok metil untuk histon, histone methyltransferases mengatur aktivitas gen tertentu, yang penting untuk perkembangan normal dan fungsi. Methyltransferase histone dihasilkan dari gen MLL2 yang mengaktifkan gen tertentu yang penting untuk perkembangan8.
Mutasi gen MLL2 yang terkait dengan sindrom kabuki adalah kurangnya fungsional MLL2 protein, sehingga mengganggu perannya dalam metilasi histon dan merusak aktivasi gen tertentu dibeberapa organ tubuh dan jaringan8. Tapi beberapa orang dengan sindrom kabuki tidak ditemukan mutasi gen MLL27.
3.      Gambaran klinis sindrom kabuki

        Diagnosis klinis dari sindrom kabuki didasarkan pada 5 karakteristik yaitu fitur wajah khas (100% dari kasus), anomali dermatoglyphic (93%), kelainan tulang (92%), keterbelakangan mental ringan sampai moderat (92%) dan kegagalan pertumbuhan postnatal dengan perawakan pendek (83%)9.

1.      Fitur wajah yang khas
·         Fisur papebral memanjang dengan eversi sepertiga lateral kelopak mata bawah
·         Alis melengkung
·         Bulu mata panjang dan melengkung
·         Septum hidung pendek dengan ujung hidung datar
·         Telinga besar dan menonjol, berbentuk seperti cangkir7,9.

2.      Anomali skeletal
·      Kelainan kolum spinal, termasuk sumbing tulang sagital, vertebra, diskus intervertebralis sempit
·      Brakhialdaktili V
·      Brakhiamesopalangi
·      Klinodaktili
3.      anomali dermatoglyphc
4.      cacat mental ringan sampai moderat (sedang)
5.      kegagalan pertumbuhan postnatal dengan perawakan pendek7.




Sumber : Bianca Mota dos Santos; Roberta Rezende Ribeiro. Kabuki make-up (Niikawa-Kuroki) syndrome
Gambar : pandangan frontal yang menunjukkan gambaran khas sindrom kabuki

Manifestasi oral umum diamati pada sindrom kabuki bisa mencakup mikrognathia, retrognathia, palatum yang melengkung, crossbite posterior, bibir/palatum cleft, lidah bifid dan uvula, gigi yang jarang, geraham sulung permanen ektokik, erupsi gigi tertunda, resorpsi akar eksternal dari gigi seri dan geraham sulung permanen, gigi miring, dan kelainan-kelainan dental seperti hipodonsia, gigi kerucut, gigi seri yang berbentuk seperti obeng, gigi neonatal, fusi, dan germinasi9.
Disamping karakteristik yang lazim dari sindrom ini, temuan-temuan yang bisa membantu diagnosis mencakup kerentanan terhadap infeksi, hipotonia muskular menyeluruh, kelainan neurologis, laksitas sendi, gangguan penglihatan dan pendengaran, kelainan jantung bawaan (prevalensi 20% hingga 80%), kelainan-kelainan skeletal, anorektal, dan saluran genitouriner. Kelompok pasien ini memiliki riwayat keterlambatan pandai berbicara dan penguasaan bahasa, yang kelihatannya disebabkan oleh koordinasi motoris oral yang buruk dan hypotonia beserta kelainan-kelainan kraniofacial9.
Pembahasan

Penderita hipodonsia mengalami halangan pada proses pembentukan benih gigi dari epitel mulut, yakni pada tahap inisiasi. Dimana pada tahap inisiasi terjadi proses penebalan jaringan ektodermal, sedangkan pada penderita hipodontia tidak ada aktifitas dari jaringan ektodermal. Gangguan  yang mungkin  bisa menyebabkan hipodonsia adalah gangguan proses sintesis protein yang membentuk matriks organ enamel ( ketidakmampuan ameloblas bekerjasama dengan odontoblas dalam membentuk enamel)1.
Sindrom kabuki merupakan sindrom dengan mutasi pada gen MLL2, dimana MLL2 ini berfungsi sebagai methyltransferase histon. histone methyltransferases mengatur aktivitas gen tertentu, yang penting untuk perkembangan normal dan fungsi. Methyltransferase histone dihasilkan dari gen MLL2 yang mengaktifkan gen tertentu yang penting untuk proses pertumbuhan dan perkembangan8. Akibat dari mutasi gen MLL2 adalah terganggunya metilasi histon dan merusak aktivitas gen tertentu.
Hipodontia dapat terjadi pada penderita sindrom kabuki. Dimana pada pasien sindrom kabuki hipodonsia terbanyak terjadi pada gigi insisivus sentral dan lateral , serta gigi premolar. Berdasarkan penelitian 17 kelompok pasien dengan Kabuki make-up sindrom 1981-2004, ditemukan bahwa terdapan 70% manifestasi oral, dan sepertiga dari penderita sindrom kabuki mengalami hipodonsia9.
Berikut ini adalah gambar penderita sindrom kabuki yang mengalami hipodonsia dengan gigi yang jarang.



Sumber : Lung S, Rennie A. Kabuki Syndrome : A case Report

MSX1 dan PAX9 adalah faktor transkripsi yang dibutuhkan untuk perkembangan normal dari gigi. MSX1 merupakan Muscle segment homebox yang bertindak berulang-ulang selama organogenesis. PAX9 merupakan gen Paird box domain yang dinamai sesuai dengan keberadaan DNA yang mengikat paired domain. PAX9 memainkan peranan penting sebagai pengatur pluripotensi dan diferensiasi seluler selama pola embrio dan organogenesis. MSX1 dan PAX9 akan berinteraksi selama tahap perkembangan gigi, PAX9 diketahui untuk mengaktifkan transkripsi MSX1 pada tahap tunas. Tanpa adanya MSX1 maupun PAX9, pertumbuhan gigi akan terhambat10.
Mutasi gen MLL2 dapat menyebabkan kurangnya fungsional dari histon dan dapat mengganggu aktivasi gen tertentu. Kemungkinan hipodonsia pada sindrom kabuki disebabkan oleh mutasi pada gen MLL2 yang merusak interaksi antara PAX9 dan MSX1 pada tahap tunas, sehingga pertumbuhan gigi akan terhambat.

Kesimpulan
Hipodonsia merupakan salah satu menifestasi oral dari sindrom kabuki. Dari hasil penelitian ditemukan sepertiga penderita sindrom kabuki mengalami hipodonsia., kehilangan gigi terbanyak  pada kasus sindrom kabuki  adalah gigi incisivus lateralis, sentralis dan gigi premolar. MSX1 dan gen PAX9  bertanggung jawab terhadap pertumbuhan gigi, dimana pada sindrom kabuki terjadi mutasi gen MLL2 yang menyebabkan rusaknya gen tertentu, kemungkinan salah satu gen yang mengalami kerusakan adalah MSX1 dan PAX9, sehingga akan berakibat pada hipodonsia.








Daftar Pustaka
1.      Harshanur, Itjingningsih Wangidjaja. 1991 .Anatomi Gigi . Jakarta : EGC
2.      Catherine M. McNamara. Multidisplinary Management of Hypodontia in Adolescents: Case Report.  J Can Dent Assoc Vol 72(8):740–6. 2006.
3.      Oraide Maria Santos Oliveira, Débora Pallos, Fabiana Gil, José Roberto Cortelli. Prevalence of Hypodontia and The Alteration of Dental Anatomy Related. Foxit Software Company, 2004.
4.      Charlene Chun-Lam Wu , Ricky Wing-Kit Wong †, Urban Hägg †. A review of hypodontia: the possible etiologies and orthodontic, surgical and restorative treatment options—conventional and futuristic. Hong Kong Dental Journal Vol ;4:113-21.2007.
5.      Binali Cakur, Saadettin Dagistan, Ozkan Miloglu, Murat Bilge. Nonsyndromic Oligodontia in Permanent Dentition: Three Siblings. the Internet Journal of Dental Science Volume 3 Number 2. 2006.
6.      Lung S, A Rennie. Kabuki Syndrome : A Case Report. Journal of Orthodontics  vol. 33 no. 4 242-245. December 2006.
7.      Margaret P Adam, Louanne Hudgins, and Mark Hannibal. Kabuki Syndrome. Am J Med Genet.  2011.
9.      Bianca Mota dos Santos, Roberta Rezende Ribeiro, Adriana Sasso Stuani, Francisco Wanderley Garcia de Paula e Silva, Alexandra Mussolino de Queiroz. Kabuki make-up (Niikawa-Kuroki) syndrome: dental and craniofacial findings in a Brazilian child . Braz. Dent. J. vol.17 no.3 .2006.
10.  Trevor J Pemberton, Parimal Das, Pragna I Patel. Hypodontia: genetics and future perspectives. Braz J Oral Sci. Vol. 4(13). 2005.

1 komentar: